Sabtu, 16 November 2013

Shalat Tarawih (Tanya Jawab Puasa)





Di desa saya ada masjid yang shalat Tarawihnya 23 rakaat dan ada yang 11 rakaat. Sebenarnya berapa rakaatkah salah Tarawih yang dituntunkan Rasulullah dan para shahabat? Adakah pembatasan jumlah rakaat Tarawih?
Jawaban :
Shalat Tarawih yang dituntunkan Rasulullah saw berjumlah sebelas rakaat. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a, bahwasanya ia berkata:
كَانَتْ صَلَاتُهُ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِ رَمَضَانَ وَاحِدَةً كَانَ يُصَلِّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ
"Rasulullah saw tidak pernah shalat (malam) baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau memulai shalatnya dengan empat rakaat—jangan bertanya tentang panjang dan bagusnya. Kemudian shalat empat rakaat lagi—jangan tanya tentang panjang dan bagusnya—kemudian shalat tiga rakaat.” ( HR Bukhari dan Muslim ).
Mengenai perbedaan 11 dan 23 rakaat, ada beberapa sebab perbedaan itu. Diantaranya:
Pertama: Adanya riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw pernah melakukan shalat Tarawih sebanyak 23 rakaat, sebagaimana  yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a:
كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم يُصَلِّى فِي رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَالْوِتْر
"Rasulullah saw melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat dan shalat witir." (HR. Ibnu Abi Syaibah).
Kedua: Adanya atsar (ucapan atau tindakan) sahabat yang menunjukkan bahwa mereka pernah shalat 20 atau 23 rakaat. Di antara atsar-atsar tersebut adalah:
1. Bahwa pada masa Umar bin Khattab, masyarakat  melakukan shalat Tarawih pada bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat.
(HR Al-Baihaqi).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa masyarakat  pada zaman Umar bin Khattab melakukan shalat Tarawih pada bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat. (riwayat Malik dan Al-Baihaqi).
2. Ali bin Abi Thalib ra  pernah menyuruh seseorang untuk melakukan shalat Tarawih bersama masyarakat pada bulan Ramadhan dengan 20 rakaat. (riwayat  Ibnu Syaibah).
3. Ubai bin Ka'ab pernah melakukan shalat Tarawih bersama pada bulan Ramadhan di Madinah dengan 20 rakaat dan shalat witir 3 rakaat. (riwayat Ibnu Abi Syaibah).
4. Abdullah bin Mas'ud pernah shalat Tarawih berjamaah 20 rakaat, kemudian shalat witir sesudahnya dengan 3 rakaat. (riwayat Ibnu Nasr).
Diantara para ulama ada yang menganggap bahwa hadits dan atsar-atsar di atas adalah shahih, sehingga mereka melakukan shalat Tarawih pada bulan Ramadhan dengan 23 rakaat. Sebagian ulama lain menganggap bahwa hadits dan atsar-atsar di atas adalah lemah, sehingga mereka tetap memegang hadits shahih. Yaitu hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw melakukan shalat Tarawih pada bulan Ramadhan 11 rakaat, sebagaimana yang telah diterangkan di atas.
Dari sini, para ulama berbeda pendapat tentang batasan rakaat shalat Tarawih. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa dalam rakaat  shalat Tarawih pada bulan Ramadhan tidak ada batasannya; siapa saja boleh melakukan shalat Tarawih atau shalat malam dengan beberapa rakaat pun. Boleh kurang dari 11 rakaat , dan boleh lebih dari itu. Mereka beralasan bahwa hadits dan atsar-atsar di atas yang menunjukkan bahwa Rasulullah dan para sahabatnya pernah melakukan shalat Tarawih sebanyak 23 rakaat adalah shahih.
Sebagian ulama lain beralasan bahwa Rasulullah saw tidak pernah melarang seseorang melakukan shalat Tarawih kurang dari 11 rakaat atau melarang melakukan shalat Tarawih lebih dari 11 rakaat. Kebijaksanaannya diserahkan kepada pribadi masing-masing dan menurut kemampuan dan kondisi masing-masing.
Namun, sebagian ulama lain yang berpegang dengan  hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah shalat Tarawih lebih dari 11 rakaat mengatakan bahwa semua shalat yang telah dikerjakan oleh Rasulullah saw secara kontinu harus ditiru secara persis sebagaimana Rasulullah saw mengerjakannya. Tidak boleh ditambah-tambah.
Melihat hadits-hadits dan atsar para sahabat dalam shalat Tarawih tersebut, kita dapati bahwa riwayat yang menyatakan bahwa shalat Tarawih dengan 11 rakaat adalah riwayat yang paling kuat karena diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Kebolehan jumlah 11 rakaat dalam shalat Tarawih telah disepakati ulama, sementara jumlah rakaat Tarawih lainnya masih dalam perselisihan ulama.
Bagaimana sikap kita menghadapi perselisihan seperti itu?
Selama para ulama berbeda pendapat dalam satu masalah dan masing-masing dari mereka mempunyai sandaran yang bisa dipertanggung jawabkan, kita harus saling menghormati. Yang berkeyakinan bahwa shalat Tarawih boleh dilakukan dengan 23 rakaat atau lebih, silakan melaksanakannya dengan khusyu, tenang, dan tidak tergesa-gesa. Sebaliknya, bagi yang berkeyakinan bahwa shalat Tarawih batas maksimalnya 11 rakaat, silakan untuk mengerjakan menurut yang ia yakini tanpa harus menghujat pihak lain yang berbeda pendapat. Wallahu A'lam.
Saya sudah shalat Tarawih berjamaah di masjid sampai selesai. Malam harinya saya ingin shalat lagi. Apakah saya boleh shalat lagi? Kalau boleh, bagaimana caranya?
Jawaban :
Dibolehkan bagi yang sudah shalat Tarawih berjamaah di masjid sampai selesai, untuk melaksanakannya lagi di rumah karena menurut mayoritas ulama, shalat Tarawih pada bulan Ramadhan tidak ada batas jumlah rakaatnya.
Dengan demikian, orang yang shalat Tarawih secara berjamaah di masjid dan merasa belum puas, boleh melakukan shalat tahajud lagi pada malam harinya.
Bisa jadi seseorang tidak merasa puas dengan shalat Tarawih yang dikerjakan berjamaah di masjid, mengingat shalat Tarawih berjamah di Indonesia biasanya dilaksanakan secara cepat.
Bagaimana cara pelaksanaannya? Bisa dengan memilih salah satu dari tiga cara :
Cara Pertama: Tetap mengikuti shalat Tarawih dengan imam di masjid sampai selesai berikut shalat witirnya, kemudian melanjutkan shalat tahajud di malam harinya tanpa ditutup dengan shalat witir. Rasulullah saw bersabda:
لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ
"Tidak ada shalat dua witir dua kali dalam satu malam." (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan An-Nasa'i).
Tetapi, bolehkah melakukan shalat setelah shalat witir? Boleh, dalilnya adalah hadits Aisyah r.a:
أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّى  رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْوِتْرِ وَهُوَ جَالِسٌ
"Rasulullah saw pernah mengerjakan shalat dua rakaat setelah witir dalam keadaan beliau duduk." (HR. Muslim).
Cara Kedua: Tetap mengikuti shalat Tarawih dengan imam di masjid sampai selesai berikut shalat witirnya. Namun setelah imam menyelesaikan shalatnya dengan salam, dia tidak ikut salam, tetapi berdiri lagi untuk menggenapkan rakaat agar tidak terhitung shalat witir. Kemudian dia melanjutkan shalat tahajud di malam harinya dan ditutup  dengan shalat witir. Dalam hal ini dia telah melaksanakan sabda Rasulullah saw:
اِجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ  وِتْرًا
"Jadikan akhir shalat malammu dengan melakukan shalat witir." (HR. Bukhari dan Muslim).
Cara Ketiga: Meninggalkan shalat jamaah ketika imam hendak melakukan shalat witir, kemudian melanjutkan shalat tahajud di malam harinya dan ditutup  dengan shalat witir. Namun orang yang melaksanakan cara yang ketiga ini telah kehilangan keutamaan shalat berjamaah bersama imam sampai selesai. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لًهُ قِيَامُ لَيْلَة
"Barangsiapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai selesai maka akan dihitung shalat malam secara penuh." (Hadits Shahih, riwayat Abu Daud, Tirmidzi , Nasai, Ibnu Majah).
Ustadz, manakah yang lebih utama antara shalat Tarawih berjamaah dan shalat sendiri?
Jawaban :
Yang lebih utama adalah shalat Tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai. Dalilnya adalah sabda  Rasulullah saw :
مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لًهُ قِيَامُ لَيْلَة
"Barang siapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai selesai, maka akan dihitung shalat malam secara penuh." (Hadits Shahih, riwayat Abu Daud, Tirmidzi , Nasai, Ibnu Majah).
Sebagian orang ada yang tidak mau shalat Tarawih langsung setelah shalat Isya’ karena menganggap bahwa shalat Tarawih lebih utama dilakukan pada akhir malam. Benarkah demikian?
Jawaban :
Sebenarnya dalam shalat Tarawih terdapat dua keutamaan:
Pertama: Keutamaan shalat Tarawih secara berjamaah bersama imam, sebagaimana tersebut dalam hadits yang disebut di atas.
Kedua : Keutamaan shalat tahajud pada malam hari, tepatnya di akhir malam.
Kalau bisa menggabung dua keutamaan tersebut tentunya lebih baik. Yaitu melaksanakan shalat Tarawih (tahajud) berjamaah bersama imam di akhir malam hingga selesai.
Kalau tidak bisa mengerjakan yang demikian, shalat Tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai lebih utama dari shalat sendiri-sendiri di akhir malam. Dalilnya adalah sabda Rasulullah saw:
مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لًهُ قِيَامُ لَيْلَة
"Barang siapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai selesai, maka akan dihitung shalat malam secara penuh." (Hadits shahih, riwayat Abu Daud, At-Tirmidzi , An-Nasa’i, Ibnu Majah )
Selain itu, shalat Tarawih secara berjamaah bakda Isya merupakan syiar Islam yang harus digalakkan. Karena kalau shalat Tarawih (tahajud) harus dikerjakan tengah malam atau di akhir malam, tentunya banyak masyarakat yang akan meninggalkan shalat Tarawih. Dengan demikian, menegakkan shalat Tarawih setelah Isya secara berjamaah di masjid-masjid akan menghasilkan maslahat yang lebih besar dalam masyarakat Islam. Wallahu A'lam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar