Makalah Tentang Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Bugis
Bone
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi
modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bugis Bone, namun
kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi turun menurun bahkan yang telah
menjadi Adat masih sukar untuk dihilangkan. Kebiasan-kebiasaan tersebut masih
sering dilakukan meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun
nilai-nilai dan makna masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut.
Ada dua tahap dalam proses pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Bugis Bone yaitu, tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacara perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya mengandung nilai-nilai yang suci.
Ada dua tahap dalam proses pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Bugis Bone yaitu, tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacara perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya mengandung nilai-nilai yang suci.
Terdapat bagian-bagian tertentu pada rangkaian upacara
tersebut yang bersifat tradisional. Dalam sebuah pantun Bugis (elong)
dikatakan : Iyyana kuala sappo unganna panasae na belo kalukue. Yang
artinya Kuambil sebagai pagar diri dari rumah tangga ialah kejujuran dan
kesucian. Dalam kalimat tersebut terkadung arti yang sangat penting dalam
menjalankan suatu perkawinan.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa dan bagaimana tahap-tahap kegiatan sebelum acara akad nikah?
2. Hal-hal apa saja yang dilakukan pada upacara sebelum akad perkawinan?
3. Hal-hal apa saja yang dilakukan pada upacara setelah akad perkawinan?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam upacara
perkawinan adat masyarakat Bugis Bone yang disebut ”Appabottingeng ri
Tana Ugi” terdiri atas beberapa tahap kegiatan. Kegiatan-kegiatan
tersebut merupakan rangkaian yang berurutan yang tidak boleh saling tukar
menukar, kegiatan ini hanya dilakukan pada masyarakat Bugis Bone yang
betul-betul masih memelihara adat istiadat.
Pada masyarakat Bugis Bone sekarang ini masih kental
dengan kegiatan tersebut, karena hal itu merupakan hal yang sewajarnya
dilaksanakan karena mengandung nilai-nilai yang sarat akan makna, diantaranya
agar kedua mempelai dapat membina hubungan yang harmonis dan abadi, dan
hubungan antar dua keluarga tidak retak
Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :
1. Mattiro (menjadi tamu)
Merupakan suatu proses dalam penyelenggaraan perkawinan.
Mattiro artinya melihat dan memantau dari jauh atau Mabbaja laleng (membuka
jalan). Maksudnya calon mempelai laki-laki melihat calon mempelai perempuan
dengan cara bertamu dirumah calon mempelai perempuan, apabila dianggap layak,
maka akan dilakukan langkah selanjutnya.
2. Mapessek-pessek (mencari informasi)
Saat
sekarang ini, tidak terlalu banyak melakukan mapessek-pessek karena
mayoritas calon telah ditentukan oleh orang tua mempelai laki-laki yang sudah
betul-betul dikenal. Ataupun calon
mempelai perempuan telah dikenal akrab oleh calon
mempelai laki-laki.
3. Mammanuk-manuk (mencari calon)
Biasanya orang yang datang mammanuk-manuk adalah
orang yang datang mapessek-pessek supaya lebih mudah menghubungkan pembicaraan
yang pertama dan kedua. Berdasarkan pembicaraan antara pammanuk-manuk dengan
orang tua si perempuan, maka orang tua tersebut berjanji akan memberi tahukan
kepada keluarga dari pihak laki-laki untuk datang kembali sesuai dengan waktu
yang ditentukan. Jika kemudian terjadi kesepakatan maka ditentukanlah waktu madduta
Mallino (duta resmi)
4. Madduta mallino
Mallino artinya
terang-terangan mengatakan suatu yang tersembunyi. Jadi Duta Mallino adalah
utusan resmi keluarga laki-laki kerumah perempuan untuk menyampaikan amanat
secara terang-terangan apa yang telah dirintis sebelumnya pada waktu mappesek-pesek
dan mammanuk-manuk.
Pada acara ini pihak keluarga perempuan mengundang pihak
keluarga terdekatnya serta orang-orang yang dianggap bisa mempertimbangkan hal
lamaran pada waktu pelamaran. Setelah rombongan To Madduta (utusan)
datang, kemudian dijemput dan dipersilahkan duduk pada tempat yang telah
disediakan. Dimulailah pembicaraan antara To Madduta dengan To
Riaddutai, kemudian pihak perempuan pertama mengangkat bicara,lalu
pihak pria menguitarakan maksud kedatangannya.
Apa bila pihak perempuan menerima maka akan mengatakan ”Komakkoitu
adatta, srokni tangmgaka, nakkutananga tokki” yang artinya bila demiokian
tekad tuan, kembalilah tuan, pelajarilah saya dan saya pelajari tuan, atau
dengan kata lain pihak perempuan menerima, maka dilanjutkan dengan pembicaraan
selanjutnya yaitu Mappasiarekkeng.
6. Mappasiarekkeng
Mappasiarekkeng artinya mengikat
dengan kuat. Biasa jua disebut dengan Mappettuada maksudnya kedua belah
pihak bersama-sama mengikat janji yang kuat atas kesepakatan pembicaraan yang
dirintis sebelumnya.Dalam acara ini akan dirundingkan dan diputuskan segala
sesuatu yang bertalian dengan upacara perkawinan, antara lain :
a. Tanra esso (penentuan hari)
b. Balanca
(Uang belanja)/ doi menre (uang naik)
c. Sompa
(emas kawin) dan lain-lain
Setelah acara peneguhan Pappettuada selesai,
maka para hadirin disuguhi hidangan yang terdiri dari kue-kue adat Bugis yang
pad umumnya manis-manis agar hidup calon pengantin selalu manis (senang)
dikemudian hari.
a. Upacara Sebelum Akad Perkawinan
Sejak tercapainya kata sepakat, maka kedua belah pihak
keluarga sudah dalam kesibukan. Makin tinggi status sosial dari keluarga yang
akan mengadakan pesta perkawinan itu lebih lama juga dalam persiapan. Untuk
pelaksanan perkawinan dilakukan dengan menyampaikan kepada seluruk sanak
keluarga dan rekan-rekan. Hal ini dilakukan oleh beberapa orang wanita dengan
menggunakan pakaian adat.
Perawatan dan perhatian akan diberikan kepada calon
pengantin . biasanya tiga malam berturut-turt sebelum hari pernikahan calon
pengantin Mappasau (mandi uap), calon pengantin memakai bedak
hitam yang terbuat dari beras ketan yang digoreng samapai hangus yang dicampur
dengan asam jawa dan jeruk nipis. Setelah acara Mappasau,
calon pengantin dirias untuk upacara Mappacci atau Tudang Penni.
Mappaccing berasal dari kata Paccing
yang berati bersih. Mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara
ini secara simbolik menggunakan daun Pacci (pacar). Karena acara ini
dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut ”Wenni
Mappacci”.
Melaksanakan upacar Mappaci akad nikah berarti calon
mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki
alam rumah tangga, dengan membersihkan segalanya, termasuk : Mappaccing
Ati (bersih hati) , Mappaccing Nawa-nawa (bersih fikiran), Mappaccing
Pangkaukeng (bersih/baik tingkah laku /perbuatan), Mappaccing Ateka (bersih
itikat).
Orang-orang yang diminta untuk meletakkan daun Pacci pada
calon mempelai biasanya dalah orang-orang yamg punya kedudukan sosial yang baik
serta punya kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna
agar calon mempelai kelak dikemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti
mereka yang telah meletakkan daun Pacci itu ditangannya.
Dahulu kala, jumlah orang yang meletakkan daun Pacci disesuaikan
dengan tingkat stratifikasi calon mempelai itu sendiri. Untuk golongan
bangsawan tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau ”dua kasera”. Untuk
golongan menengah 2 x 7 orang ”dua kapitu”, sedang untuk golongan
dibawahnya lagi 1 x 9 orang atau 1 x 7 orang. Tetapi pada waktu sekarang ini tidak
ada lagi perbedaan-perbedaan dalam jumlah orang yang akan melakukan acara ini.
a. Upacara Sebelum Akad Perkawinan
Setelah prosesi mappacci selesai, keesokan harinya
mempelai laki-laki diantar kerumah mempelai wanita untyk melaksanakan akad
nikah (kalau belum melakukan akad nikah). Karena pada masyarakat Bugis
Bone kadang melaksanakan akad nikah sebelum acara perkawinan
dilangsungkan yang disebut istilah Kawissoro. Kalau sudah melaksanakan Kawissoro
hanya diantar untuk melaksanakan acara Mappasilukang dan Makkarawa
yang dipimpin oleh Indo Botting.
Setelah akad perkawinan berlangsung, biasanya biadakan
acara resepsi (walimah) dimana semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa
restu dan sekaligus menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka
tidak berburuk sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bermesraan.
Pada acara resepsi tersebut dikenal juga yang namanya Ana
Botting, hal ini dinilai mempunyai andil sehingga merupakan sesuatu yang
tidak terpisakhkan pada masyarakat bugis bone. Sebenarnya pada masyarakat Bugis
Bone, ana botting tidak dikenal dalam sejarah, dalam setiap perkawinan
kedua mempelai diapit oleh Balibotting dan Passepik, mereka
bertugas untuk mendampingi pengantin di pelaminan.
Ana Botting dalam perkawinan
merupakan perilaku sosial yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan merupakan
ciri khas kebudayaan orang Bugis pada umumnya dan orang Bugis pada khususnya,
karena kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan yang meliputi
cara-cara berlaku, kepercayaan dan sikap-sikap serta hasil kegiatan manusia
yang khas untuk suatu masyarakat aatu kelompok penduduk tertentu. Oleh karena itu,
Ana Botting merupakan kegiatan (perilaku) manusia yang
dilaksanakan oleh masyarakat Bugis Bone pada saat dilangsungkan perkawinan.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dalam acara perkawinan pada masyarakat Bugis Bone ada dua
tahap dalam proses pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Bugis Bone yaitu,
tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan
pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacara
perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya mengandung
nilai-nilai yang suci.
Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Bugis Bone
yang disebut ”Appabottingeng ri Tana Ugi” terdiri atas beberapa
tahap kegiatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :
1. Mattiro (menjadi tamu)
2. Mapessek-pessek (mencari informasi)
3. Mammanuk-manuk (mencari calon)
4. Madduta mallino
5. Mappasiarekkeng
b. Saran
Adat istiadat merupakan sesuatu hal yang sangat berharga
dalam suatu kelompok masyarakat, olehnya itu penulis menyarankan agar setiap masyarakat
mempertahankan, menjaga dan memelihara adat istiadat tersebut agar tetap ada
sampai kapanpun.